Rabu, 25 April 2012

RA KARTINI , PEREMPUAN PENGINSPIRASI KEMAJUAN WANITA MASA KINI

RIWAYAT HIDUP RADEN AJENG KARTINI Raden Ajeng Kartini lahir pada 21 April tahun 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah. Ia anak salah seorang bangsawan yang masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk dinikahkan. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah dengan ditemani Simbok (pembantunya). Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir wanita Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan wanita Indonesia. Wanita tidak hanya didapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman wanitanya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda. Beasiswa yang didapatkannya tidak sempat dimanfaatkan Kartini karena ia dinikahkan oleh orangtuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti dan ikut mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah wanita. Berkat kegigihannya Kartini berhasil mendirikan Sekolah Wanita di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya. Pada tanggal 17 september 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya yang ke-25, setelah ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “DOOR DUISTERNIS TOT LICHT” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Saat ini mudah-mudahan di Indonesia akan terlahir kembali Kartini-kartini lain yang mau berjuang demi kepentingan orang banyak. Di era Kartini, akhir abad 19 sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum diijinkan menentukan pilihan hidupnya .
WANITA WANITA MASA KINI YANG TELAH MEMAJUKAN DIRI , KELUARGA , BANGSA DAN NEGARA INDONESIA .
Pengolah limbah Sampah . Usianya relatif muda, 23 tahun, namun Khilda yang juga seorang mahasiswi teknik lingkungan, Universitas Pasundan ini, telah memiliki pemikiran berbeda dengan rekan-rekan seusianya. Dengan bermodal uang sakunya sendiri, Khilda mengajak para tukang sampah di lingkungannya untuk memilah sampah organik dan non organik. Tak hanya berhenti sampai di situ, Khilda menularkan semangatnya kepada warga sekitar untuk melakukan kegiatan pemilahan sampah. Sampah organik diolah menjadi kompos dan non organik dibuat menjadi aneka kerajinan. Pada awal melakukan kegiatan ini di tahun 2007, tidak ada warga yang mendukung namun dengan keuletan yang tinggi kini warga sadar sampah dan hasilnya dapat dinikmati. Saat ini ia mengembangkan pengolahan sampah sebagai energi alternatif pengganti minyak tanah.
Pembina Istri Nelayan. Rendahnya tingkat pendapatan nelayan di Patingaloang, Sulawesi Selatan, membuat Nureini (42 tahun) tergerak untuk melakukan suatu kegiatan yang dapat menambah penghasilan masyarakat nelayan Patingaloang. Saat ditinggal melaut, kebanyakan para istri nelayan menganggur. Nureini mengajak mereka mengolah ikan menjadi produk makanan olahan. Ikan yang biasanya hanya sebagai lauk, diolah menjadi abon yang memiliki nilai ekonomis tinggi.. Nureini juga mendirikan kelompok Fatimah Azzahra yang beranggotakan sekitar 200 istri nelayan. Nama Fatimah Azzahra juga digunakan sebagai merk dagang abon ikan olahan mereka. Patingaloang kini dikenal sebagai penghasil abon ikan bermutu. Produk abon ikannya menjadi salah satu pilihan buah tangan dari Makassar.
Pengubah Paradigma. Hambatan fisik yang dimiliki Putu Suryati (47 tahun) tak menghalangi langkahnya untuk berkarya. Orang-orang dengan hambatan fisik di Bali pada umumnya dikucilkan oleh masyarakat, sehingga Putu ingin mengubah paradigma ini. Bersama 6 orang temannya yang juga memiliki hambatan fisik, mereka menampung orang-orang dengan kondisi yang sama untuk diberikan keterampilan sesuai dengan bakat dan kemampuannya masing-masing. Pelatihan yang diberikan antara lain, bahasa inggris, komputer, kerajinan tangan, dan kesenian. Putu mendirikan Yayasan Senang Hati pada tahun 2003, kini sebanyak 49 orang peserta Yayasan Senang Hati telah mandiri secara finansial.
Dian Syarief (Lupus Champion). Walau kondisi kesehatan menurun akibat Lupus yang diderita sejak 1999, Dian Syarief (45 tahun) mampu mengomandani relawan dalam program Care for Lupus dan Care for Low Vision sejak 2003. Ketua Syamsi Dhuha Foundation Bandung ini bersama relawan melakukan berbagai aktivitas dan menerbitkan buku untuk membantu meringankan penderitaan para pengidap Lupus.
Kiswanti (Pahlawan Pustaka). Dengan sepeda onthel-nya, Kiswanti (43 tahun) rutin berkeliling meminjamkan buku koleksinya secara gratis. Dia bahkan lebih rela dibayar buku dari pada uang. Semangat ingin maju dan memajukan orang lain membuat isteri buruh bangunan ini bisa berbagi ilmu melalui buku, melalui sebuah taman bacaan di Parung, Bogor, yang ia dirikan tahun 2003.
Lilik Sulistyowati (Pejuang Martabat). Lilik Sulistyowati (51 tahun), aktivis Yayasan Abdi Asih Surabaya, Jawa Timur ini memberi pendampingan dan penyadaran untuk pekerja seks komersial (PSK) di kawasan lokalisasi Dolly Surabaya. Ia membekali mereka dengan keterampilan menjahit, memasak dan kecantikan. Ia juga mencegah pelacuran anak bawah umur dan menyadarkan anak usia SMP pelanggan PSK. Yayasan tersebut digerakkan dengan modal awal menjual rumahnya sendiri.
Bidan Eros Rosita Pemberdayaan & pengabdian terhadap warga Baduy dalam hal kesehatan dengan mengajak warga Baduy di Desa Kanekes yang mencakup 59 kampung untuk sadar kesehatan, mengurangi angka kematian bayi saat melahirkan dan membina warga Baduy untuk menjadi kader.
Helvy Tiana Rosa ( Forum Lingkar Pena (FLP) ) Memberikan skill menulis bagi ribuan orang untuk mengasah diri sebagai pengarang/penulis. Tidak hanya menyentuh kalangan intelektual, Forum Lingkar Pena juga menjadi wadah bagi gerakan ibu rumah tangga, buruh, anak jalanan, hingga pembantu rumah tangga untuk melatih menulis sehingga dapat meningkatkan penghasilan mereka dan memasyarakatan budaya baca tulis.

2 komentar:

  1. lengkap bgt ne tulisannya mas bro...semangat yeah..

    BalasHapus
  2. sukses dan terus berkarya untuk kemajuan bangsa.

    BalasHapus